Masa perkuliahan, adalah masa di mana lo membuka mata lo. Iya, kalo jaman dulu kita melakukan sesuatu dengan tulus, di masa2 lo menjadi mahasiswa bisa jadi satu tetes keringat pun akan lo hitung dan dianggap hutang. Memang gak bisa dipungkiri nilai uang menjadi lebih berharga selama masa kuliah. Gimana gak, kemungkinan kantong kering di tengah bulan atau tengah minggu lebih mungkin terjadi di masa kuliah. Makanya kadang2 mahasiswa belajar korupsi kecil-kecilan dengan dalih biaya ganti tenaga. Contohnya niy, waktu jaman2nya fotokopian 75 perak. Kalo ada fotokopian handout yang dikoordinir oleh kelas, orang yang ketempuan buat memfotokopi pasti langsung matok harga cepe. Atau kalau misalkan fotokopian berharga 125 langsung dibulatkan ke 200.
Nah cerita selanjutnya adalah cerita temen gue. Iya, temen gue yang satu ini emang terkenal sebagai seksi dana dan usaha paling yahud. Di mana ada duit pasti ada dia. Percaya deh sampah pun bisa dijual sama dia. Kita sebut aja nama dia si A.
Oke, jadi mulai semester ini di kampus gue diwajibkan pembayaran SPP melalui auto debet. Tiap mahasiswa yang tidak melakukan pembayaran SPP melalui auto debet akan dikenakan denda sebesar 10%. Mengingat besarnya denda yang harus ditanggung mau gak mau semua orang langsung nge-cek saldo. Dan seperti mahasiswa lain yang punya account cuma buat bayar SPP, saldo si A ini bisa dibilang nyaris Rp 0,-. Jadi dia minta duitlah sama ibunya untuk bayar SPP. IPB adalah salah satu universitas yang punya iuran SPP yang rendah (hanya Rp 750.000,- bandingkan dengan universitas2 lain). Si A ini pun dibekali 1 juta rupiah untuk mengisi account bank nya. Mungkin insting money-money-money-nya terlalu kuat, atau mungkin memang iman dia gak kuat (hehe), jadinya yang dimasukkan ke dalam account pun pas untuk bayar SPP. Kemana sisa uang itu pergi?? Katanya siy dia gunakan untuk membeli baju buat audisi idol.
Si A kurang beruntung. Si A salah hitung. Dia gak memperhitungkan bahwa sebelum hari H auto debet, terlebih dahulu ada jatuh tempo pajak. Pas dia nge-cek ternyata duitnya tidak terdebet secara automatis. Dan setelah diusut punya usut, ternyata setelah dipotong pajak saldo dia tinggal Rp 749.815. Menurut tukang debet, saldo dia kurang, makanya gak didebet. Yups. Akhirnya si A ini pun terpaksa mengeluarkan 75.000 rupiah ekstra karena duitnya kurang 185 perak.
Selain tertawa terbahak-bahak gue bilang sama dia, makanya punya duit lebih jangan langsung dipake buat hura-hura. Amanahnya kan masuk saldo bank, malah jadi baju buat audisi idol. Mungkin si A ini adalah orang-orang yang masih dilindungi. Knapa gue bilang gitu, karena setidaknya dia masih diperingati. Yah, gue gak tau apakah setelah ini dia tobat jadi money-oriented atau gak. Soalnya sifatnya yang satu itu udah mendarah daging. Tapi setidaknya, moga-moga di masa yang akan datang, he’ll think twice before doin’ that thing again.
Originally posted on February 25, 2007
0 Comments:
Post a Comment