Kira2 tujuh hari yang lalu, saya datang ke kantor di awal minggu dengan hati yang riang gembira, siap untuk menyambut lima hari kerja ke depan. Seperti biasa, setelah menyalakan komputer yang disediakan oleh kantor. Saya colokkan hard disk external yang berisikan hampir semua data mulai dari personal hingga profesional, hobi hingga kewajiban, pentinghingga tidak penting. Cukup kaget, ketika setelah beberapa lama, hard disk saya tidak ter-detect2. Setelah colok cabut colok cabut berkali2, mulai dari komputer kantor, komputer temen, hingga laptop pribadi yang kebetulan saya bawa. Akhirnya saya menyerah, tampaknya hard disk ini harus diservis. Khawatir juga, karena di dalamnya banyak berisi data yang belum *tidak berniat juga* saya back up *karena terlalu yakinnya dengan umur hard disk yang akan tahan sampe saya tua*.
Bekerja di kantor dengan data seadanya sempet bikin saya gregetan. Haruskah saya mengulang semua sampling yang telah saya lakukan?? Rasanya ingin memukul2 meja sambil menginjak2 lantai. Tapi dengan ketekunan merekap kembali apa yang telah saya lakukan, sedikit demi sedikit saya mulai tenang.
FYI Salah satu data penting di hard disk saya selain file kantor adalah, foto2 saya selama lima tahun terakhir. Semuanya komplit saya simpan di situ. Oleh karena itu saya ngotot untuk recover data, selain demi file kantor juga demi file foto2 itu. Waktu saya datang ke tukang servis, dia bilang, drivenya bisa kebaca, mau langsung dicopy atau tidak? Dengan senang hati saya bilang ya.. copy semua. Ketika saya cek.. alhamdulillah folder foto2 saya komplit. Tetapi ketika saya buka lagi di rumah, makjan.. ternyata tidak semua fotonya tercopy, dan tidak semua subfolder juga ada.
Mungkin saya terlalu melankolis, terlalu senang bernostalgia. Tapi mau gimana lagi, kok rasanya seperti kehilangan separuh identitas diri ya?
Tiba-tiba saya ingat cerita Michael Oher dalam film Blindside. Michael ingin punya SIM padahal punya mobil saja tidak. Motivasinya: I want something to carry with my name on it.
Ah.. Apakah benar, saya hanya terdefinisikan dalam ribuan foto yang tersimpan dalam sekeping piringan data? Ketika tadi saya mengunjungi jasa data recovery lainnya, saya cuma berpikir, maybe it's time to let go. Time to make new memories.. Walaupun begitu saya masih berharap banyak foto-foto tersebut dapat kembali utuh. Karena tiap kali saya melihat foto saya bertoga, saya akan ingat betapa menyenangkannya hari ketika saya diwisuda, ketika melihat pantai pasir putih dengan gradasi laut biru muda, saya akan ingat betapa indahnya ujung kulon hari itu, atau ketika saya berdiri di atas bukit berbatu, saya akan ingat betapa bangganya menginjakkan kaki di puncak gunung.
Wajarkah jika saya mendefinisikan diri saya dalam ribuan foto yang tersimpan dalam sekeping piringan data?
Bekerja di kantor dengan data seadanya sempet bikin saya gregetan. Haruskah saya mengulang semua sampling yang telah saya lakukan?? Rasanya ingin memukul2 meja sambil menginjak2 lantai. Tapi dengan ketekunan merekap kembali apa yang telah saya lakukan, sedikit demi sedikit saya mulai tenang.
FYI Salah satu data penting di hard disk saya selain file kantor adalah, foto2 saya selama lima tahun terakhir. Semuanya komplit saya simpan di situ. Oleh karena itu saya ngotot untuk recover data, selain demi file kantor juga demi file foto2 itu. Waktu saya datang ke tukang servis, dia bilang, drivenya bisa kebaca, mau langsung dicopy atau tidak? Dengan senang hati saya bilang ya.. copy semua. Ketika saya cek.. alhamdulillah folder foto2 saya komplit. Tetapi ketika saya buka lagi di rumah, makjan.. ternyata tidak semua fotonya tercopy, dan tidak semua subfolder juga ada.
Mungkin saya terlalu melankolis, terlalu senang bernostalgia. Tapi mau gimana lagi, kok rasanya seperti kehilangan separuh identitas diri ya?
Tiba-tiba saya ingat cerita Michael Oher dalam film Blindside. Michael ingin punya SIM padahal punya mobil saja tidak. Motivasinya: I want something to carry with my name on it.
Ah.. Apakah benar, saya hanya terdefinisikan dalam ribuan foto yang tersimpan dalam sekeping piringan data? Ketika tadi saya mengunjungi jasa data recovery lainnya, saya cuma berpikir, maybe it's time to let go. Time to make new memories.. Walaupun begitu saya masih berharap banyak foto-foto tersebut dapat kembali utuh. Karena tiap kali saya melihat foto saya bertoga, saya akan ingat betapa menyenangkannya hari ketika saya diwisuda, ketika melihat pantai pasir putih dengan gradasi laut biru muda, saya akan ingat betapa indahnya ujung kulon hari itu, atau ketika saya berdiri di atas bukit berbatu, saya akan ingat betapa bangganya menginjakkan kaki di puncak gunung.
Wajarkah jika saya mendefinisikan diri saya dalam ribuan foto yang tersimpan dalam sekeping piringan data?